Sunday, September 13, 2009

Product Costing Accounting

Product costing is used to calculate the cost of goods sold and manufactured for each unit of goods manufactured.
It is used to keep the track of cost at each and every point of production.

Costing sheet , cost component, Activity types and cost elements are used for product costing.

Costing sheet is used for the overheads purposes.
Cost Component is used for the breaking of expenses into various cost elements for more transparency of the cost structure.
Activity types are defined as per cost center.

The cost component split will give the transparency on the cost incurred on different levels such as machinery set up cost, labor costetc.

BOM is used to know the quantity of the material used for the production. Routing is used to define the sequence of steps required to perform certain operations. For Eg How many labor hours will be required for a finished product etc.

The entries which flow for product costing are as follows:

For Material issue

Raw Material Inventory(Credit)
To Raw Material Consumption (Debit)

Activities Performed

Respective cost center (Credit)
To Set Up cost (Debit)
Machining Cost (Debit)

Good Receipt

Cost of Production (Credit)
To Inventory of Finished Goods (Debit)

Please note that this entry will come from MM module and at Standard Price.

Settlement Of Production Order

Cost of Production( Variance) (Credit)
To Price Difference Account (Debit)

Post goods Issued

Inventory of Finished Goods (Credit)
To Cost of goods Sold (Debit)



Labels: ,

Friday, September 11, 2009

Create Sales Order

Create Sales Order tahapan pertama pada proses sales and distribution (mini case study) adalah create sales order. Dalam SAP-ERP sistem, order type dikasifikasikan menjadi berbagai macam order type, pada kesempatan ini kita menggunakan order type standard order. Material T-F125 (pump precision) termasuk dalam sales organization 1000 (germany Frankfurt) dan distribution channel menggunakan final customer sales.

Berdasarkan informasi yang di dapat dari customer, tahapan selanjutnya adalah melakukan identifikasi pembuatan sales order. Rohrer09 merupakan customer dari produk ini dimana data untuk identifikasi customer rohrer09 sudah terdapat dalam database perusahaan. Standard order yaitu 5000009 yang akan digunakan pada tahapan selanjutnya untuk proses delivery order dan PO Number adalah PUMP-09. permintaan dari customer adalah material T-F125 (pump precision) sebanyak 200 PC.



Labels: ,

Wednesday, September 09, 2009

Busines Process Order to Cash

Bussiness Scenario : Robert adalah seorang sales executive di salah satu perusahaan multinasional dengan salah satu produk utamanya adalah Pump Precision. Pada kesempatan ini perusahaan mendapatkan order dari customer yang memesan 200 PC pump precision. perusahaannya telah mengimplementasikan SAP-ERP system dalam menjalankan proses bisnisnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, berikut merupakan flow chart proses yang dilakukan dalam SAP-ERP system.


Gambar 1 : Flow Chat Proses Sales and Distribution (Mini Case Study)
Proses pertama diawali dengan create sales order dimana hal ini dilakukan oleh bagian sales administrator, sales administrator membuat sales order yang mencakup semua informasi yang diberikan oleh customer. setelah itu, berdasarkan sales order yang telah dibuat oleh sales administrator, warehouse administrator membuat delivery order untuk melakukan persiapan material ( pump precision) yang dipesan. Selain itu, warehouse administrator juga melakukan persiapan untuk packaging and labeling setelah transfer order document dibuat dan setelah material (pump precision ) siap dikirim ke customer, warehouse administrator melakukan post goods issue atas barang yang siap dikirim tersebut. Selama proses pengiriman, finance administrator akan membuat Invoice untuk customer tersebut. Dalam SAP-ERP sistem, proses ini dilakukan secara terintegrasi dalam satu sistem yang saling berhubungan antar bagian dalam suatu perusahaan.

Labels: ,

Table exchange rate di SAP system

Terima kasih atas tanggapannya, tetapi yang dimaksud adalah :
Pada 1 client level mempunyai salah satu company group asia tentunya mempunyai COA US GAAP yang mempunyai 2 company code yang menggunakan local currency USD (biasanya Standard SAP menyarankan local currency adalah National currency), tetapi karena alasan pengaruh fluktuasi mata uang dan dominasi transaksi dalam suatu mata uang (biasa perusahaan multinasional), maka ada 2 company codes yang menggunakan local currency USD, hal ini tentu berpengaruh pada maintain exchange rate tables yang standard SAP adalah Type M untuk local currency USD dan seperti kita ketahui setiap Negara mempunyai regulasi tersendiri untuk akuntansinya seperti Indonesia adalah PSAK nomor 10 “transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi” atau “Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indicator yang objektif”.
Demikian juga di Negara lain seperti Singapore dalam SAS 30 (Singapore Statement of Accounting Standards) dan FRS 21 2006 (Financial Reporting Standard) mengajukan pada kurs actual pada saat terjadinya transaksi atau menggunakan barometer dari MAS (Monetary Authority of Singapore) DAN JIKA KEDUA COMPANY TERSEBUT MENGGUNAKAN LOCAL CURRENCY USD “ sedangkan Standard SAP system untuk local company USD exchange rate type M ini harus menampung 2 exchange rates yang beda dari Bank Indonesia dan Central Bank of Singapore (MAS).
Exchange rate tables ini untuk membantu control by system untuk semua transaksi tidak di posting langsung dari FI seperti SD, PP, MM module dan lainnya yang bisa menghasilkan ribuan posting oleh system perhari.

====

Numpang tanya.. ada yang bisa berbagi pengalaman mengenai table
exchange rate di SAP system dalam 1 client level yang mempunyai 2
company code yang menggunakan local currency USD yang sama, bagaimana
maintain table exchange rate di client level tersebut, sebab exchange
rate type nya "M" untuk currency USD sedang 2 company code itu kan
beda negara yang mempunyai authority pengambilan exchange rate dari
bank sentral masing2 negara tersebut.

Terima kasih
ST

Labels: ,

Account Receivable/Account Payable

Modul ini digunakan untuk mengelola transaksi bisnis antara perusahaan dengan mitra bisnisnya. Transaksi pada AR/AP terintegrasi dengan data pada General Ledger dan area pada bagian pembelian serta penjualan dan distribusi dan majemen material sebagai tempat asal data keuangan.transaksi AR/AP secara otomatis akan dijalankan setiap kali terjadi proses transaksi akuntansi yang berhubungan dengan AR/AP pada modul – modul lain. Modul ini menggunakan aturan bisnis standar untuk berbagai prosedur mulai dari entry data sampai pada pelaporan, pembayaran dan transaksi bank. Fungsi yang terdapat pada AR/AP meliputi integrasi internet,manajemen dokumen ,dukungan penuh atas pengolahan EDI (Electronic Data Interchange) yang meliputi integrasi secara otomatis dengan management kas dan pelaporan yang fleksible sesuai dengan sistem informasi yang dimiliki oleh konsumen atau mitra kerja perusahaan. Modul ini juga menyediakan manajemen kredit sekala perusahaan dengan integrasi aliran kerja, otomasi pembayaran dan pemeriksaan proses, dan penempatan dokumen sementara (dokumen parking ) dengan berbagai prosedur persetujuan.

Labels:

General Ledger(GL)

GL menyediakan dukungan atas seluruh aktivitas akuntansi keuangan , beberapa fiture yang tersedia pada General Ledger adalah :

• Fleksibilitas penstrukturan alokasi/penggunaan biaya dan transaksi keuangan berdasarkan kelompok tertentu atau tingkatan tertentu di perusahaan.
• Otomasi dan distribusi aplikasi sehingga semua perubahan dan pembaruan data dapat dilakukan secara otomatis dan terintegrasi,sehingga hasilnya dapat didistribusikan ke berbagai aplikasi pendukung.
• Kostumisasi pelaporan yang mampu menyajikan dokumen laporan keuangan yang dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan perusahaan, dari berbagai sudut pandang ,simultan dan pararel baik dari sudut pandang general ledger dan aplikasi akuntansi manajerial.
Secara umum , General Ledger akan mencatat semua transaksi yang terjadi di perusahaan yang meliputi transaksi atas kekayaan tetap (fixed asset),pembayaran kemitra kerja , pembelian , penjualan ,penerimaan dari konsumen dan pengeluaran untuk karyawan (gaji dan kompensasi lain).



Labels: ,

Tuesday, September 08, 2009

Balance Sheet

Saya coba mendeskripsikan secara singkat mengenai Balance Sheet (Neraca).

Sebagai seorang non-accountant yg mendeskripsikan Neraca, Neraca merupakan snapshot dari kondisi finansial sebuah company. Neraca terdiri dari 2 bagian, bagian aktiva dan pasiva, dari kedua bagia tersebut di bagi lagi masing-masing 2 bagian, bagian aktiva menjadi aktiva aktif (Current Asset) dan aktiva tetap (Fixed Asset), sedangkan bagian pasiva dibagi menjadi bagian Hutang (liabilities) dan Modal (ownership equity).

Sebuah company yg baru mulai usahanya, dalam mencatatkan ke Necara, flownya akan mulai dari bagian pasiva, company untuk memulai bisnis tentu akan memerlukan modal, kalau modal masih kurang akan ditambah dengan cara meminjam kekurangannya, oleh karena itu pencatatan akan dimulai di bagian Modal kemudian di bagian Hutang, setelah memiliki dana untuk memulai bisnis, company tentunya akan membelanjakan dana yg tersedia untuk belanja Asset tetap yg akan dicatat di bagian Fixed Asset, tentunya tidak semua dana yg ada dihabiskan semua untuk belanja Fixed Asset tentu disisakan untuk dana operasional yg akan dicatat di bagian Current Asset.
Prinsip keseimbangannya dari yg dideskripsikan di atas adalah Asset = Hutang + Modal.

Setelah memiliki Asset company akan mulai usahanya dan tentunya bertujuan untuk mendapatkan laba (profit), dalam tiap periode walaupun sekarang bisa realtime, pencatatan profit/loss disisi pasiva.
Prinsip keseimbangan berikutnya adalah Asset (meningkat/turun) = Hutang + Modal + Laba/Rugi

MSY


Labels: ,

Alokasi Varians Biaya Produksi

Ditulis oleh C. Latuconsina, SE, MSc.

Sejalan dengan migrasi ke sistem Enterprise Resource Planning (ERP)
yang baru, sebuah perusahaan yang sebelumnya menerapkan system
informasi yang belum terintegrasi antara production site, Head
Office dan Marketing memperoleh sejumlah keuntungan, termasuk
integrasi data dari mulai supplier bahan baku, barang dalam proses
produksi, tenaga kerja, customer sampai dengan informasi penjualan,
serta percepatan waktu dalam proses pelaporan keuangan. Namun,
terlepas dari kemampuannya meng-handle database dalam jumlah besar,
ternyata ERP yang digunakan oleh perusahaan menyimpan sedikit
masalah yang dapat mempengaruhi analisa dan keputusan manajemen.

Sistem standard costing yang digunakan oleh ERP yang baru,
menghasilkan sejumlah varians biaya produksi yang dihasilkan dari
proses produksi. Standard cost yang dihitung melalui estimasi biaya
dan aktivitas produksi untuk setahun produksi, dan di input dalam
database, akan dijadikan patokan dalam sejumlah proses dalam
production line. Standard cost ini termasuk material rate, labor
rate, factory overhead (FOH) rate dan burden (variable FOH) rate.
Beberapa varians yang dihasilkan dari proses produksi antara lain
adalah purchase price variance, material rate variance, material
usage variance, price revaluation variance, labor rate variance,
labor usage variance, burden rate variance, account payable usage
variance, dan account payable rate variance, yang terakumulasi pada
akhir periode pelaporan.

Masalah yang muncul pada laporan keuangan akhir periode adalah nilai
persediaan di neraca disajikan dengan nilai standar, sedangkan semua
variance akan timbul pada laporan laba rugi. Tiba saatnya bagi
manajemen untuk mengukur efisiensi dari biaya produksi secara total,
berapakah sebenarnya biaya yang dikeluarkan dan termasuk dalam
persediaan hasil produksi, yang terjual dan yang masih tersimpan di
gudang pabrik. ERP yang ada saat ini tidak mempunyai fasilitas untuk
menghitung dan mengalokasikan varians keluaran dari proses produksi
ke masing-masing unit persediaan secara otomatis, sehingga alokasi
varians harus dilakukan secara manual. Beberapa perusahaan yang
menggunakan ERP sejenis tampaknya tidak menaruh perhatian terhadap
alokasi varians ini, padahal, sebagaimana akan terlihat pada bagian
akhir tulisan ini, pengalokasian varians yang tepat sebenarnya dapat
memberikan masukan bagi manajemen dalam menganalisa, mengevaluasi
dan



memperbaiki kinerja operasinya.

Sebagaimana lazimnya proses pabrikasi lainnya, dengan sedikit
perbedaan, maka persediaan di PTEI juga akan terbagi menjadi
beberapa unsur,yaitu raw material, packing material, work in
process, half finished goods dan finished goods. Pembedaan
terminologi work in process dan half finished goods hanya
mencerminkan kondisi beberapa persediaan setengah jadi (half
finished) yang bisa langsung dijual atau diproses lebih lanjut (work
in process). Mengingat keinginan manajemen untuk mengidentifikasi
besarnya biaya yang diserap oleh setiap unsur persediaan, sehingga
proses estimasi penentuan laba per unit dari setiap item dan biaya
produksi dapat dilakukan, maka masalah alokasi atas akumulasi
varians yang muncul ke masing-masing jenis persedian harus
diperhitungkan. Yang menjadi tantangan adalah PTEI bergerak dalam
industri farmasi dan menghasilkan lebih dari 30 jenis obat dan
masing masing jenis membutuhkan beragam bahan baku sebagai input,
berdasarkan formulasi yang beragam, sehingga pengalokasian setiap
varians yang berasal dari pembelian bahan baku, pemakaian bahan
baku, tenaga kerja dan biaya overhead pabrik menjadi sebuah proses
yang tidak sederhana.

Setelah melalui pembahasan dan penghitungan yang detail, akhirnya
dibuat rumusan untuk alokasi varians. Perhitungan alokasi varians
belum dilakukan dengan metode activity based accounting, dengan alas
an masih terdapat banyak aktivitas yang sulit ditelusuri cost
drivernya. Namun dengan pendekatan serupa, serta dengan
mempertimbangkan beberapa keterbatasan seperti sulitnya
mengidentifikasi alokasi jumlah unit bahan baku yang digunakan untuk
multi produk yang melewati beberapa proses di floor produksi, common
cost yang muncul pada biaya tenaga kerja dan overhead yang tidak
selalu terkait dengan jam kerja buruh dan mesin, atau penyimpangan
yang terlalu jauh bila hanya menggunakan kuantitas sebagai dasar
alokasi dan sebagainya, akhirnya diputuskan untuk mengalokasikan
varians tersebut ke unit produksi dengan dasar alokasi pada table di
bawah ini:

Jenis Varians Dasar Alokasi ke unit produksi
Purchase price variance Nilai Purchase Order (Issued PO)
Material rate variance Nilai Work Order (Issued WO)
Material usage variance Nilai Work Order (Issued WO)
Price revaluation variance Biaya revaluasi aktual
Labor rate variance Total biaya tenaga kerja
Labor usage variance Jumlah jam kerja buruh
Burden rate variance Jumlah jam kerja mesin
Account payable usage variance Biaya aktual
Account payable rate variance Biaya actual

Dalam menghitung alokasi ini, juga mempertimbangkan asumsi arus
barang berdasarkan First In First Out (FIFO) yaitu asumsi bahwa
barang pertama masuk ke dalam produksi merupakan barang yang pertama
keluar sebagai output produksi. Dengan demikian varians yang melekat
pada saldo awal persediaan finished goods, yang diperoleh melalui
perhitungan saat migrasi sistem ke ERP dilakukan, bila ternyata pada
akhir periode berdasarkan asumsi FIFO sudah tidak ada di persediaan
akhir, maka seluruh varians dari saldo awal tersebut akan dibebankan
ke Cost of Goods Sold (COGS) yaitu harga pokok penjualan. Sedangkan
bila ternyata tidak semua persediaan finished goods yang ada di
saldo awal bisa terjual, maka sebagian varians akan melekat di saldo
akhir persediaan yang tidak terjual. Asumsi FIFO digunakan karena
jauh lebih sederhana dibandingkan dengan metode Weighted Average
(rata-rata tertimbang) yang menghitung rata-rata nilai persediaan
setiap kali terdapat penambahan atau persediaan sepanjang proses
produksi, dan mengikuti kemampuan ERP yang digunakan.

Cara pengalokasian varians juga menggunakan cara yang paling
sederhana yaitu secara proporsional dengan menggunakan dasar alokasi
pada tabel di atas. Sehingga suatu proses produksi yang melewati
beberapa tahap proses akan melalui alokasi varians secara
proposional ke dari satu proses ke proses berikutnya. Pada dasarnya,
karena akumulasi dari varians baru diketahui pada akhir periode,
maka pengalokasian ke unit produksi langsung pada saat terjadi
varians tidak dilakukan. Hal ini menyebabkan pengalokasian varians
dilakukan secara proporsional hanya pada akhir periode ke masing-
masing unit produksi yang terjual dan yang tertinggal di persediaan
akhir, juga meninggalkan distorsi dari nilai persediaan aktual
setelah alokasi dilakukan.

Dengan menggunakan metode ini ada beberapa keuntungan yang bisa
diperoleh:
1. Metode tidak terlalu rumit untuk diimplementasikan.
2. Analisa dari biaya aktual setelah alokasi untuk setiap jenis
unit produksi dapat dilakukan dengan lebih baik.
3. Sebagai early warning sistem atas terjadinya proses produksi
yang tidak baik.
4. Kemampuan manajemen dalam melakukan rencana produksi yang
lebih baik dengan mengurangi varians yang berlebihan akibat proses
produksi yang tidak favorable.
5. Memperbaiki secara periodik rate standard yang belum tepat
sehingga selisih antara aktual dan standar tidak terlalu besar.
6. Memperbaiki analisa atas Cost of Goods Manufactured dan Cost
of Goods Sold.
7. Masukan bagi strategi pemasaran untuk pricing strategy dan
fokus atas segmen pasar yang menjadi target, berdasarkan perhitungan
unit cost aktual.
8. Menjadi pertimbangan oleh Top Management dalam melakukan
profit planning.

Namun metode ini juga tidak terlepas dari beberapa kelemahan
mendasar:
1. Distorsi yang tidak bisa dihindari karena sistem ERP tidak
melakukan alokasi langsung ke masing-masing unit produksi saat
varians terjadi, dan terakumulasi hanya pada total varians di akhir
periode.
2. Sulitnya menentukan cut-off dari timing alokasi varians
dilakukan, terutama untuk varians yang terjadi pada level work in
process pada routing awal yang kemudian tersebar pada beberapa
routing di proses produksi level berikutnya. Mengingat terdapat
puluhan production line yang harus dilakukan berbagai alokasi
varians, pertanyaan seperti kapan suatu varians harus ditambahkan
dulu oleh varians yang lain sebelum dialokasikan kembali akan sulit
dijawab karena tidak adanya penentuan cut-off tersebut.
3. Simplifikasi alokasi varians yang menggunakan metode
proporsional juga dapat menyebabkan distorsi dalam penilaian
persediaan

Perusahaan yang menggunakan ERP dalam kegiatan operasinya sebaiknya
mempertimbangkan hal-hal di atas, mengingat perbedaan perlakuan atas
pentingnya alokasi varians antar perusahaan. Bila perusahaan Anda
ternyata memiliki kepedulian tentang hal ini, ada baiknya sebelum
Anda memilih implementasi ERP tertentu, Anda mempertimbangkan apakah
ERP memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan alokasi varians,
atau perusahaan Anda dengan keterbatasan dana yang ada, memiliki
kompetensi yang cukup dan lebih cost efficient untuk mengembangkan
ERP dalam mengantisipasi masalah varians tersebut.